Monday, October 20, 2008

Artikel

Kaum Bapak di Gereja HKI
(oleh: Pdt. M. Lumban Gaol, S.Th - Ka.Dep. Marturya)

Pengantar:Tri tugas Pangilan Gereja: Kesaksian (Marturya), Persekutuan (Koinonia) dan Pelayanan (Diakonia) kebanyakan dipandang sebagai tugas para pelayan Gereja semata. Benarkah demikian ? Mungkin saja pendapat ini benar, namun adalah ketika masa gereja mula-mula dimana semuanya masih bersifat rasul sentris. Namun mengingat perjalan gereja dari masa jemaat mula-mula hingga sekarang hampir mencapai 3000 tahun, masihkah pendapat seperti itu masih dipertahankan ? Tentu saja kita setuju mengatakan: TIDAK. Jelas sekali sebagaimana dalam Surat 1 Petrus 2:9 dikatakan: "Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib". Bukankah ini merupakan suatu pemaklumatan bahwa semua umat percaya harus mengambil peran dalam memberitakan Perbuatan Besar Allah bagi dunia ini. Lalu dimana kaum bapak (Ama) HKI sehingga salah satu pelaksanaan tugas Kesaksian (Marturya) yang paling mudah saja tidak bisa dilakukan untuk menampakkan Persekutuan (Koinonia), lewat kehadiran di Gereja?Banyak orang berfikir, bahwa melaksanakan tugas "Bersaksi" adalah dengan Pergi ke luar memberitakan Injil seperti para missionaris atau penginjil dahulu atau menjadi Pelayan Gereja yang akan memberitakan Injil (berkhotbah) dari atas mimbar. Pemahaman ini terlampau dangkal !
Kaum Bapak Sebagai Tulang Punggung Keluarga.Tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam budaya Paternalistik, kaum bapaklah yang menjadi penanggungjawab dan tulang punggung keluarga. Tentu tugas ini sangat memeras tenaga, waktu dan pikiran. Hal ini sering menjadi alasan klasik dari kaum bapak untuk tidak hadir di Gereja dan mengambil "Waktu Peristirahatan Allah" ini juga menjadi waktu peristirahatannya dengan kumpul-kumpul bersama teman di kedai, atau pergi memancing atau yang lainnya. Juga ada yang mengambil waktu ini sebagai waktu mencari rejeki karena pada hari minggu katanya rejeki lebih banyak dari hari-hari biasa. Secara tidak sadar hal ini telah menjadi "contoh" yang tidak baik yang ditiru oleh anak-anak (secara khusus laki-laki). Hal ini dapat dilihat dari persentase kehadiran remaja/pemuda di gereja, bahwa jumlah perempuan jauh lebih banyak dibandingkan yang laki-laki.Dengan ini jelas, bahwa dampak dari ketidak hadiran kaum bapak di Gereja (dengan berbagai alasan klasik) sebenarnya secara tidak langsung telah membuat generasi muda semakin jauh dari gereja. Pada hal, sebagaimana tradisi umat Allah, bahwa para bapak adalah imam dalam keluarga yang bertanggungjawab memimpin keluarganya untuk takut dan percaya kepada Allah.Kaum bapak sering melupakan tanggungjawab yang sudah di "janjikan" nya dalam Pemberkatan Nikah: Bahwa dialah sebagai kepala rumah tangga, sebagaimana Kristus kepala jemaat; yang menuntun umatnya untuk mengasihi Allah, sehingga umat memperoleh kehidupan yang dijanjikan Allah.
Punguan Ama (Kelompok Koor) Yang Timbul TenggelamSalah satu upaya yang dilakukan gereja untuk menarik minat kaum Bapak datang beribadah ke Gereja adalah dengan memfasilitasi mereka menyalurkan bakat bernyanyi dalam Kelompok Koor. Memang dari sudut estetik nyanyian, kemerduan suara kaum bapak yang memadukan suara Alto, Tenor, Sopran dan Bas sungguh mempesona. Sungguh berbeda keindahan Paduan ke 4 jenis suara ini dibanding kan hanya 3 jenis suara yang dinyanyikan kaum ibu maupuin naposo. Persoalannya adalah, kelompok paduan suara ini jarang bertahan lama (kebanyakan paling lama 6 bulan), kemudian hilang lagi. Baru muncul setelah ada rencana kegiatan Festival atau ada event penting (misalnya acara Natal, dll). Sering terdengar suara sumbang dari kaum ibu bila kelompok Koor ini muncul kembali, "molo nga habis gogo ni jagal biang i, modom do muse punguan ama i". Ini muncul, karena banyak kelahiran kembali kelompok koor Ama selalu didahului/dibuka dengan makan B1. Pada hal, sebenarnya begitu banyak peserta kebaktian Gereja merasakan suasana yang lain dan membuat mereka suka ke gereja karena adanya koor Ama. Artinya, koor Ama menjadi salah satu alat yang telah mengundang orang datang ke gereja. Bukankah ini sudah merupakan salah satu bentuk Pelayanan (Diakonia) yang mengundang orang untuk Bersekutu (Koinonia) dan menjadikan kelompok koor itu menjadi alat Kesaksian (Marturya) ?
Peraturan Pokok Punguan Ama HKIDalam mewadahi kaum bapak, di Gereja HKI dibentuk Persekutuan sebagaimana kelompok Kategorial lainnya, yang disebut Punguan Ama. Secara tradisi dianggap hanya par-koor ama saja yang masuk Punguan Ama. Namun dalam Peraturan Pokok Punguan Ama HKI BAB V pasal 6 menyebutkan: Anggota lembaga PA-HKI adalah seluruh kaum bapak di HKI yang mendaftarkan diri menjadi PA HKIPeraturan Pokok Punguan Ama adalah KETETAPAN MAJELIS PUSAT HURIA KRISTEN INDONESIA (HKI) Nomor: 387/XI.A/MP/2003. Dalam Pembukaan Peraturan ini disebutkan: PA HKI adalah lembaga wadah persatuan kaum bapak di dalam tubuh Gereja HKI. Sebagai lembaga di dalam tubuh gereja HKI maka Punguan Ama mempunyai tugas panggilan yang penuh sebagai bagian persekutuan Gereja HKI. Sebagai lembaga dalam tubuh HKI, PA adalah wadah kesaksian, persekutuan dan pelayanan kaum bapak untuk menyaksikan dan menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah, berupa kasih, keadilan dan damai sejahtera untuk pembebasan, pemulihan dan perbaikan kehidupan manusia, sebagaimana diamanatkan dalam Alkitab (Matius 25:40, 28:19-20, Markus 16:15, Yohanes 13:15, 17-18, 20:21, Kis.Rasul 1:8, I Kor.13:13).Melihat peraturan tersebut, jelas bahwa sebenarnya Punguan Ama di HKI dipandang sebagai salah satu alat pelayanan gereja dan turut dalam tri tugas panggilan gereja.Peranan Kaum Bapak di Gereja HKIMelihat kehadiran kaum bapak disetiap kebaktian (baik di Gereja maupun di Partangiangan) yang sungguh jauh kalah dibandingkan kaum ibu, dimungkinkankah dimasa datang kaum perempuan akan mengambil alih semua (mayoritas) peran di Gereja ? Tapi baiklah kita tidak terlalu berlama-lama mempersoalkannya. Biarlah fakta itu menjadi satu dorongan bagi kaum bapak mulai sekarang untuk lebih memberi waktu dan perhatian untuk hadir dan aktif dalam kegiatan-kegiatan gereja.Yang pasti, sebagaimana diusulkan dalam Sinode HKI ke 58 yang baru berlangsung, kaum bapak (Punguan Ama,red) harus lebih aktif untuk mempelopori pendirian gereja HKI di tempat-tempat strategis. Tapi bagaimana caranya, bila Punguan Ama sendiri tidak aktif ? Atau perlukah, dalam tahun 2009 ini, semua jemaat HKI melakukan pesta Parheheon Ama supaya semua Punguan Ama beraktifitas kembali ?Sungguh, kehadiran dan partisipasi aktif kaum bapak ditengah-tengah gereja sungguh dinantikan. Begitu banyak kursi-kursi yang telah disediakan untuk kaum Ama yang kosong, mungkin sudah "rambangon". Begitu banyak biaya, tenaga dan waktu yang sudah terbuang untuk membangun dan melengkapi sebuah gedung gereja, tetapi bangku-bangku untuk kaum bapak tersiasiakan.Kehadiran kaum bapak dalam kebaktian (di gereja dan partangiangan) sesungguhnya memberi peran yang besar: menjadi kesaksian bagi orang-orang muda bahwa memang ALLAH yang adalah Bapa dalam Yesus Kristus patut dihormati. Lantunan Koor Ama, sungguh menjadi daya tarik untuk menghadirkan kerinduan jemaat datang beribadah. Apalagi bila kaum Ama dapat melaksanakan seperti apa yang dituangkan dalam Peraturan Punguan Ama HKI, dampaknya pasti sungguh luar biasa: tanda-tanda Kerajaan Allah telah hadir di dunia akan semakin jelas. Satu dari kata-kata bijak yang sangat penting kita perhatikan: Sukses dicapai dengan kata "Aku bisa", kegagalan seringkali disebabkan kata "Aku tidak bisa"